Pengidap HIV/AIDS masih Mendapatkan Perlakukan Diskriminatif


Hingga saat ini, masih terjadi perlakukan diskriminatif terhadap para pengidap HIV/AIDS. Oleh karena itu, hukum sebagai sarana pengawasan sosial diharapkan dapat memberikan perlindungan hak pengidap HIV/AIDS, dengan nilai non diskriminasi, toleransi, dan empati. Hal ini diungkapkan oleh Fadlansyah Lubis, Asisten Deputi Bidang Hukum HAM, Aparatur Negara dan Kominfo, di Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, Jumat (7/9). Penyebaran HIV/AIDS hampir merata di seluruh provinsi. Berdasarkan Data Kementerian Kesehatan pada tahun 2011, sekitar 26.400 pengidap AIDS dan 66.600 pengidap HIV positif. Di mana lebih dari 70 persen pengidapnya adalah generasi muda usia produktif  20-39 tahun.

Proporsi tertinggi usia 20-29 tahun (47,2 persen), 30-39 tahun (31,3 persen), dan 40-49 tahun (9,5 persen). Sementara cara penularannya yakni melalui heteroseksual (53,1 persen), jarum suntik (37,9 persen), hubungan sejenis (3,0 persen), perinatal (2,6 persen), dan transfusi darah (0,2 persen).
"Meningkatnya jumlah pengidap HIV/AIDS mendorong pemerintahan suatu negara merevisi berbagai kebijakannya. Perubahan kebijakan tersebut perlu dilakukan karena ancaman penyakit. Fakta sering terjadinya tindakan diskriminasi dan belum ditemukannya anti virus yang dapat mencegah perkembangannya," paparnya.

Gambar Oleh: images.google
Fadlansyah mengungkapkan, perlindungan hak pengidap HIV/AIDS pada kenyataan belum sepenuhnya memenuhi nilai-nilai hak asasi kemanusiaan. Kondisi tersebut dipengaruhi oleh perilaku aparat pelaksana yang terkait dengan perlindungan pengidap HIV/AIDS, misalnya di Rumah Sakit dan Lembaga Pemasyarakatan. Aparat pelaksana di dua lembaga tersebut cenderung bersifat diskriminatif. Banyak terjadi kasus di Rumah Sakit pengidap HIV/AIDS tidak mendapat pelayanan kesehatan dengan baik, bahkan hingga terjadi penolakan perawatan.

 "Adanya perlakukan diskriminatif tersebut, maka negara perlu memberikan perlindungan dan jaminan terhadap pengidap HIV/AIDS. Salah satunya dengan merevisi atau menerbitkan peraturan perundang-undangan yang melindungi pengidap HIV/AIDS dari segala tindakan diskriminatif," tuturnya.
Meski sudah terdapat berbagai undang-undang seperti  UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, UU No. 11 Tahun 2005 tentang Pengesahan International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights, dan UU terkait lainnya namun potensi perlindungan masih bersifat umum dan parsial. Semestinya perlindungan HAM bersifat komprehensif, partisipatif dan non diskriminatif.

Sumber : NGI

Zodia Tanaman Pengusir Nyamuk

Di Papua ada tanaman yang bisa di gunakan sebagai pengusir Nyamuk, Nama dari tanaman tersebut ialah Zodia (Evodia Suaveolens), telah di gunakan penduduk setempat dengan cara menggosokan daunya ke kulit.

Tanaman ini memiliki tinggi antara 50cm hingga 200cm (rata-rata 75cm), dipercaya mampu mengusir nyamuk dan serangga lainnya dari sekitar tanaman. dan kini tanaman Zodia telah sering ditanam pada pekarangan atau di pot yang ditempatkan pada area tempat sirkulasi udara pada ruangan untuk menghalau nyamuk, Tanaman Zodia mengeluarkan aroma yang cukup wangi, Biasanya tanaman ini mengeluarkan aroma apabila daunnya saling menggosok.

Tanaman zodia

Tanaman ini akan sangat berfungsi bila di tanam secara luas pada lingkungan RT/RW atau kelurahan,  bila hanya 1 ruma tangga, wangi dari tanaman ini tidak mampu memerankan Fungsinya, untuk menghalau nyamuk di lingkungan RT/RW atau Kelurahan.

Tanaman ini sangat mudah diperbanyak, yaitu melalui biji dan stek ranting. Biasanya apabila kita sudah memiliki tanaman yang sudah berbunga dan berbiji, maka bijinya akan jatuh dan tumbuh disekitar tanaman. Saat ini, harga bibit tanaman yang baru tumbuh dapat mencapai Rp. 5.000 hingga Rp. 10.000 per pohonnya, tanaman dengan tinggi sekitar 20 cm di dalam pot dapat mencapai harga Rp. 25.000 hingga Rp. 50.000 per pohonnya, sedangkan tanaman yang sudah mulai berbunga dapat mencapai Rp. 75.000 hingga Rp. 100.000, bahkan yang sudah berbiji dapat mencapai Rp. 150.000 hingga Rp. 200.000. Memang harga tanaman ini masih mahal karena masih tergolong langka dan bagi mereka para pengusaha tanaman, kesempatan ini merupakan peluang yang baik untuk berbisnis.

Dari Hasil LAB
Zodia (Evodia suaveolens)  termasuk ke dalam keluarga Rutaceae,  mengandung evodiamine dan rutaecarpine. Dari beberapa literatur, tanaman ini bermanfaat sebagai anti-kanker. Menurut hasil analisa yang dilakukan di Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat (Balittro) dengan gas kromatografi, minyak yang disuling dari daun tanaman ini mengandung linalool (46%) dan a-pinene (13,26%) di mana linalool sudah sangat  dikenal sebagai pengusir (repellent) nyamuk.

Tanaman Zodia
Dari pengujian yang dilakukan penulis terhadap nyamuk demam berdarah (Aedes aegypti) yang sering membuat heboh masyarakat, yaitu dengan cara menggosokkan daun zodia ke lengan, lalu lengannya dimasukkan ke kotak yang berisi nyamuk demam berdarah dan dibandingkan dengan lengan yang tanpa digosok dengan daun zodia, menunjukkan bahwa daun zodia mampu menghalau nyamuk selama enam jam dengan daya halau (daya proteksi) sebesar lebih dari 70%.

Selain itu, lengan yang digigit oleh nyamuk demam berdaarah akan cepat sembuh (bentol dan gatal) apabila digosok dengan daun zodia. Hal ini merupakan harapan baru untuk menghalau serangan nyamuk demam berdarah di masa mendatang, yaitu dengan gerakan kembali ke alam dengan memanfaatkan tanaman di sekitar kita untuk memerangi penyakit demam berdarah.

Sumber : http://www.plantamor.com/index.php?plant=1339

Foto Oleh : google images

Koteka Aset Budaya Papua

Koteka merupakan suatu keterampilan yang unik, yang hanya dimiliki oleh suku pedalaman masyarakat di Papua, dimana Koteka merupakan pakaian adat yang digunakan pada saat belum dikenalnya Celana.digunakan untuk menutupi (maaf) Kemaluan Laki-laki.

Asal Usul
Koteka terbuat dari kulit Labu Air. cara pembuatanya dengan mengeluarkan isi dan biji labu yang sudah tua, dan kulitnya di jemur. kata Koteka secara harfiah, bermakna Pakaian, berasal dari bahasa salah satu suku di Kab.Paniai. sebagian Suku pegunungan Jayawijaya menyebutnya hilom atau horim

Banyak Suku yang dapat dikenali dengan cara mereka menggunakan koteka, untuk koteka yang pendek digunakan saat bekerja dan yang panjang dengan atribut hiasan, digunakan pada saat melaksanakan upacara adat, namun setiap suku memiliki perbedaan bentuk Koteka, misalnya Suku Yali, memiliki bentuk labu yang panjang, sedangkan masyarakat Tiom biasanya memakai dua labu.

Di tahun 1950, Misionaris yang datang ke Papua, telah mengkampanyekan penggunaan celana sebagai pengganti Koteka, namun usaha itu tidak sepenuhnya berhasil, karena Suku Dani dilembah baliem saat itu masih ada yang menggunakan Koteka, hingga memasuki tahun 1960 Pada masa Pemerintahan RI, kampanye penggunaan celana terus di suarakan, namun belum berdampak signifikan.

Memasuki Tahun 1971 melalui Gubernur Frans Kaisepo, kampanye anti koteka di gelar, pada masa ini di kenal sebagai "operasi koteka", dengan cara membagi-bagikan Pakaian kepada penduduk, namun operasi itu berdampak pada penyakit kulit yang menyerang warga, dikarenakan tidak adanya sabun untuk mencuci pakaian.

Di Tahun - tahun berikutnya pemakaian Koteka pada Masyarakat penggunungan Papua semakin berkurang, itu dikarenakan perkembangan hidup modern, dan telah banyaknya laki-laki penggunungan papua yang terpelajar, Penggunaan Koteka pada saat ini, masih dapat di Jumpai ketika berlangsungnya Upacara Adat, namun tidak menutup kemungkinan penggunaan Koteka akan semakin tersisihkan.

Berita
Mendaftarkan Koteka sebagai warisan Budaya tak benda ke Unesco, yang merupakan usulan dari Balai Penelitian Arkeolog  Jayapura, Papua, adalah tindakan yang tepat, untuk mengupayakan Budaya Papua yang juga harus memiliki Payung Hukum, dengan begitu peninggalan sejarah Budaya tidak musnah, namun bisa menjadi ingatan sejarah masa lampau yang akan menjadi bagian dari ilmu pendidikan yang mengulas tentang sejarah kehidupan sosial budaya masyarakat Papua pada jaman sebelum modern.

Kesimpulan
Setelah mengetahui Sejarah dan Fungsi Koteka dalam kehidupan masyarakat Papua, penulis tidak menemukan Filosofi yang terkandung dalam koteka itu sendiri, namun penilain-nya lebih kepada unsur seni dan keterampilan. Di jaman modern ini, Koteka yang semakin tersisih, akan fungsinya memang patut untuk tetap di lestarikan dengan cara - cara mengalih fungsikan Koteka tanpa meninggalkan nilai - nilai yang terkandung di dalamnya. Koteka bisa digunakan sebagai media melukis dan souvenir bagi wisatawan, selain itu, dengan melestarikannya sama juga menghargai seni dan keterampilan warga setempat.

Koteka merupakan aset budaya bangsa, sekalipun di era yang modern nanti Koteka telah memiliki fungsi lain, namun tetap menjadi bagian dari kebudayaan yang tak boleh dilupakan, dengan terus melestarikan kebudayaan, sama juga telah menjaga aset budaya yang memiliki nilai - nilai leluhur didalamnya dan tidak hilang di tengah perkembangan jaman.

Salam Damai Untuk Papua

referensi Penulis :
    ID.Wikipedia.org
    Arkeolog: Koteka Perlu Diusulkan untuk Dilindungi UNESCO - Republik.co.id / 17.Maret.2011

Gambar Oleh : Google Images


Ciri Khas Batik Papua

Batik yang telah mencatatkan namanya di Unesco sebagai Warisan Budaya Dunia yang berasal dari Indonensia, dan umumnya sebagian masyarakat Indonensia mengenal batik itu hanya berada di Pulau Jawa saja, dan ternyata Batik  tidak hanya Jawa saja loh, di Papua juga memiliki Batik.lalu seperti apa batik yang berada di Papua.

Beberapa peninggalan arkeolog, yang tersebar di Papua dengan berbagai ragam dari peradaban sejarah manusia, bukti nyata itu dapat di jumpai dalam bentuk lukisan - lukisan dinding goa yang dapt di temukan di daerah Fak-fak, Biak, Jayapura dan daerah lainnya di Papua. Lukisan yang di perkirakan oleh para Ilmuwan berasal dari zaman 40.000 hingga 30.000 tahun Sebelum Masehi, Peninggalan nilai sejarah ini kemudian menjadi sumber inspirasi para perajin papua untuk menghasilkan karya seni bertema etnik

Tak hanya lukisan dinding, bukti sejarah lain yang berupa fosil, artefak dan benda purbakala juga mempengaruhi kreatifitas Seniman Papua dalam menciptakan cederamata khas daerah Papua. setelah melewati beberapa modifikasi, motif atau corak hiasan kuno tersebut akhirnya dijadikan motif batik Papua.

Batik Papua yang dapat di temukan di pasaran, seperti motif Burung Cenderawasih, motif Komoro, motif Sentani, dan lainnya, dengan dasar warna yang cerah, seperti merah ataupun orange, ada juga motif yang di variasi dengan sentuhan garis - garis emas dan di juluki batik Prada.

Keunikan batik Papua membuatnya kini banyak dilirik pencinta batik lokal maupun international. Batik papua tak hanya melambangkan culture masyarakat yang ada di sekitar, tapi juga menorehkan unsur sejarah dan arkeolog di dalamnya.

Berikut ini adalah gambar - gambar batik Papua sesuai dengan nama dan motifnya :

Batik Komoro dengan motif gambar patung berdiri


Batik Asmat dengan motif gambar patung duduk

Batik Sentani, dengan motif gambar alur melingkar


Motif Cederawasih, dengan gambar yang di dominasi dengan burung cenderawasih

Batik khas daerah Papua, yang merupakan ciri khas culture kehidupan masyarakat di papua, ini layak untuk kita lestarikan karena merupakan aset nasional lainnya, bila tertarik untuk memiliki batik - batik papua,  sahabat pembaca bisa berkunjung ke Papua, atau bisa mengunjungi Papua Batik Online


Sumber : batikcity.com
               timikaunique.blogspot.com